Soal Virus Cacar Monyet Ditemukan di Sperma, Peneliti: Data Ini Tidak Cukup Bukti
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bagian dari virus cacar monyet terdeteksi di sperma pada beberapa pasien di Italia. Temuan ini menimbulkan pertanyaan apakah cacar monyet disebarkan melalui hubungan seksual atau tidak.
Secara teori, virus cacar monyet menyebar melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi. Penularan virus lewat lesi kulit yang khas maupun droplet yang langsung menyentuh kulit, bukan penularan udara. Sementara itu, pada wabah saat ini cacar monyet dilaporkan banyak terjadi pada pasangan seksual yang pernah kontak dekat.
Kembali ke temuan peneliti, laporan virus cacar monyet ada di sperma datang dari Institut Spallanzani yang merupakan rumah sakit sekaligus fasilitas penelitian penyakit menular yang berbasis di Roma. Kasus dilaporkan 2 Juni 2022.
Sejak laporan itu, Institut Spallanzani telah mengidentifikasi enam dari tujuh pasien di fasilitas tersebut dengan sperma yang mengandung materi genetik virus cacar monyet. Secara khusus, sampel yang diuji di laboratorium dari satu pasien menunjukkan bahwa virus yang ditemukan dalam sperma mampu menginfeksi orang lain dan bereplikasi.
"Data yang sedang diajukan untuk publikasi ini ternyata tidak cukup bukti untuk membuktikan bahwa sifat biologis virus telah berubah, sehingga cara penularannya telah berkembang," kata Francesco Vaia, direktur umum institut tersebut, dikutip dari Reuters, Selasa (14/6/2022).
"Jika virus menular lewat sperma, ini akan jadi faktor yang sangat mendukung hipotesis bahwa penularan seksual adalah salah satu cara penularan virus cacar monyet," tambahnya.
Vaia mengatakan kalau Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah diberitahu tentang temuan terbaru ini. Sayangnya WHO belum memberi respons terkait hal tersebut.
Sementara itu, ilmuwan Jerman melaporkan kasus serupa yang mana ditemukan virus cacar monyet di sperma pada 2 pasien. Laporan ini diterbitkan pada 6 Juni 2022.
"Secara keseluruhan, masih belum diketahui pasti apakah cacar monyet menular melalui sperma," tambah Enrico Bucci, ahli biologi dari Temple University di Philadelphia.
"Sampai sekarang, teori ini masih dugaan dan sangat mungkin demikian. Tetapi ada kekurangan bukti formal dari eksperimen lebih lanjut di laboratorium," tambahnya.
Secara teori, virus cacar monyet menyebar melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi. Penularan virus lewat lesi kulit yang khas maupun droplet yang langsung menyentuh kulit, bukan penularan udara. Sementara itu, pada wabah saat ini cacar monyet dilaporkan banyak terjadi pada pasangan seksual yang pernah kontak dekat.
Kembali ke temuan peneliti, laporan virus cacar monyet ada di sperma datang dari Institut Spallanzani yang merupakan rumah sakit sekaligus fasilitas penelitian penyakit menular yang berbasis di Roma. Kasus dilaporkan 2 Juni 2022.
Sejak laporan itu, Institut Spallanzani telah mengidentifikasi enam dari tujuh pasien di fasilitas tersebut dengan sperma yang mengandung materi genetik virus cacar monyet. Secara khusus, sampel yang diuji di laboratorium dari satu pasien menunjukkan bahwa virus yang ditemukan dalam sperma mampu menginfeksi orang lain dan bereplikasi.
"Data yang sedang diajukan untuk publikasi ini ternyata tidak cukup bukti untuk membuktikan bahwa sifat biologis virus telah berubah, sehingga cara penularannya telah berkembang," kata Francesco Vaia, direktur umum institut tersebut, dikutip dari Reuters, Selasa (14/6/2022).
"Jika virus menular lewat sperma, ini akan jadi faktor yang sangat mendukung hipotesis bahwa penularan seksual adalah salah satu cara penularan virus cacar monyet," tambahnya.
Vaia mengatakan kalau Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah diberitahu tentang temuan terbaru ini. Sayangnya WHO belum memberi respons terkait hal tersebut.
Sementara itu, ilmuwan Jerman melaporkan kasus serupa yang mana ditemukan virus cacar monyet di sperma pada 2 pasien. Laporan ini diterbitkan pada 6 Juni 2022.
"Secara keseluruhan, masih belum diketahui pasti apakah cacar monyet menular melalui sperma," tambah Enrico Bucci, ahli biologi dari Temple University di Philadelphia.
"Sampai sekarang, teori ini masih dugaan dan sangat mungkin demikian. Tetapi ada kekurangan bukti formal dari eksperimen lebih lanjut di laboratorium," tambahnya.
(hri)